KESENIAN RAKYAT BESUTAN: POTRET RAKYAT JOMBANG
KESENIAN RAKYAT BESUTAN:
POTRET RAKYAT JOMBANG
Moh. Qowiyuddin Shofiß
ABSTRAK
Kabupaten
Jombang memiliki kesenian khas yang telah menjadi ikon dari Jombang. Ikon tersebut
adalah Besutan. Besutan adalah kesenian tradisional asli Kabupaten Jombang yang
merupakan pengembangan dari Kesenian Lerok, dan juga merupakan cikal bakal dari
Ludruk. Besut merupakan akronim dari mbeto maksut. Sesuai dengan
namanya, Besut memiliki fungsi sebagai penyampaian pesan, dan itu merupakan
ciri khas dari Besutan. Oleh karena itu, Besutan memiliki kesinambungan dengan rakyat
Jombang, dan dapat dikatakan bahwa potret rakyat Jombang terdapat dalam Besutan.
Artinya segala hal yang ada dalam Besutan merupakan gambaran dari rakyat
Jombang itu sendiri.
Kata-kata kunci: Jombang, Besutan, Besutan sebagai potret rakyat
Jombang.
1. Pendahuluan
Wilayah Jawa Timur adalah sebuah provinsi
yang memiliki multikultur yang luas dan beragam. Berdasarkan ciri pusaka budaya
(cultural heritage) yang dimilikinya, Jawa Timur yang saat ini berjumlah
penduduk sekitar 38 juta jiwa, dapat dipetakan menjadi 10 wilayah kebudayaan,
ditambah 2 budaya (budaya Cina dan Arab) yang berkembang di antara mereka. 10
wilayah kebudayaan tersebut adalah kebudayaan
Jawa Mataraman, Jawa Ponoragan, Arek, Samin (Sedulur Sikep),
Tengger, Osing (Using), Pandalungan, Madura Pulau,
Madura Bawean, dan Madura Kangean.
Masing-masing pendukung wilayah
kebudayaan ini pada umumnya menempati wilayah tertentu dan mengembangkan
lingkungan budaya yang
khas jika dibandingkan
dengan wilayah budaya lain.
Pembagian wilayah kebudayaan
ini bukan sesuatu
yang final. Artinya, seiring dengan perubahan dan
perkembangan zaman, karakter suatu wilayah kebudayaan dimungkinkan berubah
sehingga jumlah wilayahnya pun dapat berubah pula.[1]
Budaya merupakan ciri khas suatu bangsa. Dengan
banyaknya wilayah di Indonesia, tentunya Indonesia kaya akan kebudayaan. Salah
satunya adalah wilayah Jombang yang merupakan variasi dari perpaduan akulturasi
antara budaya Surabayan dengan budaya Mataraman. Dari sinilah perpaduan seni
dan budaya dapat beragam tumbuh pada masyarakatnya. Ide lahirnya seni dan
tokoh-tokoh senipun bermunculan dan lahir dari Jombang, termasuk Besutan.
Besutan
merupakan kesenian tradisional asli Kabupaten Jombang yang merupakan
pengembangan dari Kesenian Lerok. Kesenian Lerok merupakan kesenian yang
bersifat amen. Pelakunya berpindah dari satu keramaian ke keramaian lain
untuk menyuguhkan pertunjukan teater sederhana. Besutan merupakan kesenian
rakyat Jombang yang memiliki fungsi sebagai penyampaian pesan. Sesuai dengan
namanya, Besut, merupakan akronim dari mbekto maksut yang memiliki arti
menyampaikan maksud/pesan. Selain itu, daya tarik dalam Besutan terletak pada
permainannya yang pada mulanya pelakunya hanya satu orang yang melakukan
monolog, dan dalam perkembangannya, pelakunya menjadi lebih dari satu orang.
Lakon yang dibawakan merupakan cerminan dari kehidupan sehari-hari. Dari
bermacam-macam lakon yang disuguhkan, ternyata yang menggunakan tokoh Besut
paling digemari penonton. Lama-kelamaan, karena lebih sering melakonkan Besut,
maka keseniannya kemudian disebut Besutan.
Besutan
merupakan seni khas asli Jombang. Dalam setiap gejala yang ada dalam
pertunjukan Besutan merupakan sebuah potret dari rakyat Jombang. Oleh karena itu,
dalam tulisan sederhana ini, akan dijelaskna mengenai Jombang dan Besutan,
serta potret rakyat Jombang yang ada dalam Besutan.
2. Jombang
Jombang adalah Kabupaten yang terletak di
bagian tengah Provinsi Jawa Timur. Jumlah penduduknya sekitar ±1.201.557 jiwa.
Pusat kota Jombang terletak di tengah-tengah wilayah Kabupaten, memiliki
ketinggian 44 meter di atas permukaan laut, dan berjarak 79 km (1,5 jam
perjalanan) dari barat daya Kota Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur.
Jombang memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada di persimpangan
jalur lintas selatan Pulau Jawa (Surabaya-Madiun-Jogjakarta), jalur
Surabaya-Tulungagung, serta jalur Malang-Tuban.
Jombang juga dikenal dengan sebutan Kota
Santri, karena banyaknya sekolah pendidikan Islam (pondok pesantren) di
wilayahnya. Bahkan ada pameo yang mengatakan
bahwa Jombang merupakan pusat pondok pesantren di tanah Jawa, karena
hampir seluruh pendiri pesantren di Jawa pasti pernah berguru di Jombang. Di
antara pondok pesantren yang terkenal adalah Tebuireng, Denanyar, Tambak Beras,
dan Darul Ulum (Rejoso).
Konon, kata Jombang merupakan akronim dari
kata berbahasa Jawa, yaitu ijo (Indonesia: hijau) dan abang (Indonesia: merah).
Ijo mewakili kaum santri (agamis), dan abang mewakili kaum abangan (nasionalis/kejawen).
Kedua kelompok tersebut hidup berdampingan dan harmonis di Jombang. Bahkan
kedua elemen ini digambarkan dalam warna dasar lambang daerah Kabupaten Jombang.[2]
Jombang termasuk Kabupaten yang masih muda
usia, yang berdiri setelah memisahkan diri dari Kabupaten Mojokerto yang pada
saat itu berada di bawah pemerintahan Bupati Raden Adipati Ario Kromodjojo.
Berdirinya Kabupaten Jombang secara formal ditandai dengan diangkatnya Raden
Adipati Ario Soerjo Adiningrat oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai Bupati
Jombang yang pertama dan berkuasa mulai tahun 1910 sampai tahun 1930.[3]
Jombang merupakan variasi dari perpaduan
akulturasi antara budaya Surabayan dengan budaya Mataraman, misalnya kesenian
yang ada di Kecamatan Megaluh dan Bandarkedungmulyo akan berbeda dengan
kesenian yang ada di Kecamatan Mojoagung. Dari sinilah perpaduan seni dan
budaya dapat beragam tumbuh pada masyarakatnya. Ide lahirnya seni dan
tokoh-tokoh senipun bermunculan dan lahir dari Jombang, termasuk Besutan.
2. Asal-Usul Besutan
Banyak
hal menarik dari seni dan kebudayaan yang terdapat di Provinsi Jawa Timur.
Banyak kesenian khas yang menjadi ciri khas dari budaya yang terdapat di daerah
Jawa Timur yang salah satunya adalah seni pertunjukan Besutan yang menjadi ciri
khas kesenian Kabupaten Jombang.
Asal-usul
kesenian Besutan adalah kesenian Lerok yang kemudian dikembangkan hingga
menjadi Besutan. Kesenian Lerok merupakan kesenian yang bersifat amen. Fahrudin
mengatakan bahwa menurut berbagai sumber tutur di Jombang yang ia dapat,
munculnya lerok yang dirintis
oleh Pak Santik[4].
Pak Santik mengembangkan seni lerok
sejak 1908 sampai 1920-an. Dengan wajah dibedaki putih menebal tapi tak rata,
atau yang kerap disebut pupuran lerok, ia dan kawan-kawannya tersebut
terus ngamen dari kampung ke
kampung. Lerokan Pak Santik ini
kemudian berkembang menjadi Besutan.[5]
Besutan memiliki fungsi sebagai penyampaian pesan dan daya tarik dalam Besutan
terletak pada permainannya yang pada mulanya pelakunya hanya satu orang yang
melakukan monolog, dan dalam perkembangannya, pelakunya menjadi lebih dari satu
orang. Lakon yang dibawakan merupakan cerminan dari kehidupan sehari-hari. Dari
bermacam-macam lakon yang disuguhkan, ternyata yang menggunakan tokoh Besut
paling digemari penonton. Lama kelamaan, karena lebih sering melakonkan Besut,
maka keseniannya kemudian disebut Besutan.[6]
Menurut
Hadi S. Purwanto, Sejarah Ludruk di Jombang tidak lepas dengan keberadaan sosok
Besut. Sosok Besut merupakan seorang laki-laki yang mampu memberi inspirasi
banyak orang tentang arti mengabdi dan berbagi. Dari perjalanan seorang diri,
ngamen jualan parikan, sampai ia mendapat dukungan banyak teman, hingga
mengukuhkan sepak terjangnya menjadi sebuah bentuk ekspresi kesenian yang khas
asli Jombang dan dikenal hingga sekarang. Bahkan diyakini sebagai cikal bakal
kesenian Ludruk.
Kata
besutan berasal dari kata besut. Besut itu sendiri merupakan akronim dari kata mbeto
maksut (membawa pesan). Ada juga yang mengatakan besut berasal
dari kata besot (menari). Besut merupakan nama tokoh utama dalam pertunjukan
Besutan. Tokoh Besut merupakan sosok laki-laki yang cerdas, terbuka, perhatian,
kritis, transformatif, dan nyeni.
Dalam lakon Besutan, tokoh yang selalu hadir antara lain:
Besut, Rusmini, Man Gondo, Sumo Gambar, dan Pembawa Obor. Tokoh lain bisa
dimunculkan sesuai kebutuhan cerita. Besut yang gagah dan Rusmini yang cantik
selalu menjadi sepasang kekasih atau sepasang suami istri. Sumo Gambar selalu
berperan antagonis. Sumo Gambar sebenarnya sangat mencintai Rusmini, namun cintanya
selalu bertepuk sebelah tangan. Man Gondo yang merupakan paman Rusmini, selalu
berpihak pada Sumo Gambar karena kekayaannya. Dengan tema apa pun lakon atau
cerita Besutan tersebut, bumbu cinta segitiga antara Besut, Rusmini, dan Sumo
Gambar selalu menjadi penyedapnya.
Busana Besut sangat sederhana. Tubuhnya dibalut kain
putih yang melambangkan bersih jiwa dan raganya. Tali lawe melilit di
perutnya melambangkan kesatuan yang kuat. Tutup kepalanya merah melambangkan
keberanian yang tinggi. Busana Rusmini merupakan busana tradisional Jombang,
menggunakan kain jarik, kebaya, dan kerudung lepas. Man Gondo berbusana Jawa
Timuran, sedang Sumo Gambar berbusana ala pria Madura.
3. Potret Rakyat Jombang dalam Besutan
Sejarah
panjang kesenian Besutan di Kabupaten Jombang memang seperti tiada habisnya.
Perjalanan panjang ini seperti memberi tanda bahwa Besutan, benar-benar
mengandung arti mbeto maksut (membawa pesan/maksud) atau juga berarti mbasuh
atau menghilangkan noda/kotoran. Sehingga kenyataan ini menunjukkan bahwa
Besutan sebenarnya merupakan simbol dari rakyat Jombang yang memiliki semangat
kehidupan yang selalu dinamis, suatu kehidupan yang selalu berusaha mencari
sesuatu yang terbaik, kehidupan yang akomodatif terhadap suasana jaman yang
sedang dihadapinya. Hasil yang diharapkan dari proses tersebut adalah
terhapusnya hal-hal yang tidak baik dan munculnya sebuah karya yang luar biasa.
Kenyataan
di atas rasanya tidak terlalu berlebihan, apalagi kalau dikaitkan dengan posisi
geografis Jombang yang berada pada persimpangan penting di Jawa Timur, membuat
masyarakatnya cenderung dinamis terhadap perubahan, toleransi, dan selalu
berpikir positif. Inilah yang sebenarnya mengakar dari semangat Besutan dan
mendarah daging pada setiap masyarakatnya. Sehingga, apabila diibaratkan
sebagai sebuah batuan, masyarakat Jombang sebenarnya telah mempunyai kadar
sebagai batuan permata. Selebihnya, tinggal bagaimana memolesnya dan
memunculkannya.
Tak
heran jika Kabupaten Jombang telah melahirkan banyak tokoh-tokoh terkenal,
terutama tokoh-tokoh bersejarah di bidang seni-budaya. Bahkan tak jarang pula,
tokoh-tokoh tersebut mempertahankan proses mengabdi dan berbaginya atau mbeto
maskut-nya tersebut hingga sampai di ujung usianya. Orang-orang tersebut
adalah Cak Durasim sebagai orang yang tak gentar menghadang peluru tentara
Jepang demi mempertahankan sebuah pesan untuk perubahan yang lebih baik lewat
parikannya yang terkenal “pagupon umahe doro, melok nipon tambah sengsoro”,
Pak Jito selaku tokoh Besutan Jombang tahun 70-an yang meninggal setelah
mementaskan kesenian tersebut, Cak Tole sebagai tokoh penulis drama komedi, dan
Bapak Yadi yang meninggal ketika berjuan menyelesaikan syuting acara Ludruk di
TVRI Jakarta, serta masih banyak yang lain.[7]
Selain itu, Besutan juga menampakkan karakter rakyat
Jombang. Tokoh Besut merupakan sosok laki-laki yang cerdas, terbuka, perhatian,
kritis, transformatif, dan nyeni. Begitu juga warga Jombang yang tak
henti-hentinya memunculkan sosok orang hebat seperti Besut. Mereka adalah Alm. KH. Abdurrahman Wahid yang memiliki julukan sebagai Guru
Bangsa, dan Bapak Pluralisme, serta pernah menjadi Presiden Indonesia. Pahlawan
nasional Alm. KH. Hasyim Asy'ari dan Alm. KH. Wahid Hasyim. Tokoh intelektual
Islam Alm. Nurcholis Madjid. Budayawan Emha Ainun Najib. Dan seniman Cucuk
Espe. Mereka adalah tokoh terkenal Indonesia yang dilahirkan di Jombang yang
memiliki karakter seperti Besut, yakni cerdas, terbuka, perhatian, kritis,
transformatif, dan nyeni. Selain orang-orang tersebut, masih banyak lagi
karakter Besut yang dimiliki rakyat Jombang dan menjadi potret dari rakyat
Jombang.
4. Simpulan
Besutan merupakan kesenian tradisional asli
Kabupaten Jombang yang merupakan pengembangan dari Kesenian Lerok. Sejarah
panjang kesenian Besutan di Kabupaten Jombang memang seperti tiada habisnya.
Perjalanan panjang ini seperti memberi tanda bahwa Besutan, benar-benar
mengandung arti mbeto maksut (membawa pesan/maksud) atau juga berarti mbasuh
atau menghilangkan noda/kotoran. Sehingga kenyataan ini menunjukkan bahwa
Besutan sebenarnya merupakan simbol dari rakyat Jombang yang memiliki semangat
kehidupan yang selalu dinamis, suatu kehidupan yang selalu berusaha mencari
sesuatu yang terbaik, kehidupan yang akomodatif terhadap suasana jaman yang
sedang dihadapinya. Hasil yang diharapkan dari proses tersebut adalah
terhapusnya hal-hal yang tidak baik dan munculnya sebuah karya yang luar biasa.
Dari hal di atas, tak heran jika Kabupaten
Jombang telah melahirkan banyak tokoh-tokoh bersejarah di bidang seni-budaya
seperti Cak Durasim, Pak Jito, Cak Tole, dan Bapak Yadi. Selain itu, Tokoh
Besut yang merupakan sosok laki-laki yang cerdas, terbuka, perhatian, kritis,
transformatif, dan nyeni, juga menjadi karakter dari warga Jombang.
Bahkan dari mereka telah menjadi orang terkenal di Indonesia. Mereka adalahAlm.
KH. Abdurrahman Wahid, Alm. KH. Hasyim Asy'ari dan Alm. KH. Wahid Hasyim, Alm.
Nurcholis Madjid, Emha Ainun Najib, dan Cucuk Espe.
5. Daftar Rujukan
Http://anggy10038.blogspot.com/2011/05/kesenian-besutan-jombang.html
Http://purusha.student.umm.ac.id/2010/09/22/besutan-teater-tradisional-jombang/
Nasrulloh, Fahrudin. 2011. Melacak Ludruk Jombang. Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jombang.
Purwanto, Hadi S. 2009. Ludruk, Terpental di Tengah Budaya Modal.
Jombang: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jombang.
Sutarto, Ayu dan Sudikan, Setya Yuwana (Ed). 2008. Pemetaan
Kebudayaan di Propinsi Jawa Timur: Sebuah Upaya Pencarian Nilai-nilai Positif.
Diterbitkan oleh Biro Mental
Spiritual Pemerintah Propinsi
Jawa Timur bekerja
sama dengan Kompyawisda
Jatim-Jember.
Jombang, 15 Mei 2012
( Moh.
Qowiyuddin Shofi )
ß Mahasiswa STKIP PGRI
Jombang Prodi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2010.
[1] Dikutip dari Ayu Sutarto
dan Setya Yuwana Sudikan (Ed). “Pemetaan Kebudayaan di Propinsi Jawa Timur:
Sebuah Upaya Pencarian Nilai-nilai Positif” hlm. iv-v.
[2] “Kabupaten Jombang”
Dalam http://www.jombangkab.go.id diakses pada 9 Mei 2012.
[3] Dikutip dari Hadi S.
Purwanto “Ludruk, Terpental Di Tengah Budaya Modal” hal. 37.
[4] Cerita tutur tentang
sosok Pak Santik merupakan cerita lawas, meski
tidak begitu populer bagi sebagian besar
masyarakat Jombang, namun
tidak asing bagi
pemerhati, pegiat kesenian,
khususnya seniman ludruk di
Jombang.
[5] Dikutip dari Fahrudin
Nasrulloh “Melacak Ludruk Jombang”.
[6] Dikutip dari Nasrul
Ilahi “Besutan: Teater Tradisional Jombang” dalam http://budayajombang.multiply.com/journal/item/25?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
diakses pada 9 Mei 2012.
[7] Dikutip dari Hadi S.
Purwanto “Ludruk, Terpental Di Tengah Budaya Modal” hal. 40-43.
Komentar
Posting Komentar